Selamat pagiii Oktoberrr, udah lama banget nggak nge-post di blog :)
Banyak cerita dibulan-bulan sebelumnya yang sangat istimewa!
Mulai dari yang terakhir deh, KKL (Kuliah Kerja Lapangan) di Bali bulan September kemarin. Obyek-obyek wisata yang dikunjungi sangat banyak, salah satunya adalah Desa Wisata Penglipuran. Inilah sekilas tentang Desa Wisata Penglipuran yang aku dapet langsung dari Ketua Adat disana, Bpk I Wayan Supat :)
Desa Penglipuran
merupakan desa kuno yang memiliki leluhur di Desa Banyu Gede di Kintamani.
Warganya memiliki keturunan trah Bali Adat. Sebelum penglipuran lebih dikenal dengan
sebutan Kubu Bayem. Kemudian memisahkan diri menjadi Desa Penglipuran.
Peng(eling) pura yang berarti miniatur Banyu Gede. Desa Penglipuran dibuat
sedemikian rupa mirip Desa Banyu Gede dari organisasi, tata ruang, pura
dibangun seperti di Banyu Gede. Penglipuran dalam bahasa Bali atau Jawa berarti
penghibur, dalam arti menyenangkan raja. Dulunya tempat ini sebagai rekreasi
raja Bali. Pada abad ke-13 raja-raja di Bali membantu menga(abdi) dalam bahasa
Bali yaitu ngayak kerajaan. Mengabdi ini pada dasarnya tidak dapat upah dan
semestinya harus seperti ini. Ada 4 unsur (catur buta) yang harus dipenuhi,
yaitu:
1. Ada datu (raja/ratu/pemimpin)
2. Terdapat unsur tuah (perlindungan)
3. Ada parimandala (wilayah)
3. Ada praman (warga/masyarakat)
4. Ada awig-awig (aturan-aturan adat)
Visi dan Misi Desa Penglipuran
Visi
Desa wisata berbasis masyarakat
berbudaya dan berwawasan lingkungan
Misi
1. Meningkatkan peran serta masyarakat
dalam mengembangkan pariwisata
2. Menigkatkan keterampilan dalam
pengembangan pariwisata
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Melestarikan seni dan budaya
5. Melestarikan lingkungan dengan konsep
Tri Hita Karana
Aturan-aturan yang
dibuat oleh pemimpin desa tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UU RI. Terhadap peraturan negara, harus ada toleransi atau relokasi. Tujuannya untuk
keluhuran budi dengan ditopang keseimbangan lahir dan batin. Dalam bahasa Bali
disebut Trikitakarana yang berarti kita senang, sejahtera, damai, harmonis dan
seimbang. Tiga konsep Desa Adat adalah:
1. Konsep Parahiyangan (Ketuhanan);
hubungan secara vertikal yaitu manusia dengan Tuhan.
2. Konsep Pawongan (Kemanusiaan); hubungan
secara horizontal yaitu manusia dengan manusia. Desa Penglipuran
menganut asas monogami yang berarti tidak boleh memiliki istri atau suami lebih
dari satu. Apabila ada yang melanggar akan diberi sanksi dengan dipindahkan di
Pekarangan Memadu. Ini akan memberikan efek jera dengan mendapatkan rasa malu
dan bagi wanita memberikan perlindungan. Di Indonesia ada 3 pembagian waris,
yaitu:
a. Asas
Patrilineal
b. Asas
Matrilineal
c. Asas
Parental
Pewarisan di Desa
Penglipuran menganut asas Patrilineal yaitu dari keturuan laki-laki (bapak). Ada 3 sistem perkawinan di Desa Penglipuran, yaitu:
a. Sistem
Pembatik; meminang
b. Sistem
Kawin Lari; lari bersama
c. Sistem
Legandahan; menculik. Dulu dipakai oleh raja apabila menyukai seorang gadis. Sekarang sudah tidak ada yang memakai sistem ini.
Jika tidak mempunyai
saudara laki-laki maka yang laki ikut dirumah wanita. Statusnya menjadi,
laki-laki menjadi wanita dan wanita menjadi laki-laki. Ini disebut minang laki-laki.
Pada upacara ngaben,
Desa Penglipuran tidak membakar mayat tetapi dikubur.
Berbeda dengan mengubur mayat pada
umumnya, mayat wanita dikubur dengan posisi tengadah dan mayat pria dengan
posisi tengkurap (kepala menghadap ke barat). Dan pihak keluarga harus
menyembelih 1 ekor sapi (jantan/betina)
3. Konsep Palemahan; hubungan antara
manusia dengan lingkungan. Perlindunagn sebagai benteng dan batas wilayah
berisi lahan kosong untuk hutan, tata ruangnya disebut Tri Mandala. Secara
makro, wilayah Utara dan Selatan tinggi rendahnya gunung dan laut. Wilayah
Barat dan Timur adalah Madya Manggla (penduduk) yang tiap kaplingnya 800 meter
persegi dengan Hak Guna Pakai.
Pemerintahan yang dianut
adalah otonom non formal tidak terpengaruh dengan UU otonom karena desa adat
telah mandiri. Ada 1534 desa adat di Bali dua kali lipat desa dinasnya. Pada
pasal 18 UUD 1945 desa adat tidak diakui secara eksplisif tetapi dilindungi
oleh Perda No. 5 Tahun 1975, No. 5 Tahun 1979 dan No. 32 tahun 2004. Dilihat
dari sisi hukumnya desa adat masih lemah, maka Pemerintah Bali mengeluarkan
peraturan sendiri tentang desa adat. Peraturan Pemerintah Provinsi Bali tahun
1986 yaitu Perda No. 6 Tahun 1986. Di Bali, desa adat lebih dulu ada dari desa
dinas.
Terletak diketinggian 600 meter diatas
permukaan laut yang berada di gunung Desa Penglipuran memiliki udara dingin dan
sejuk, serta memiliki 112 hektar tanah dengan tata guna lahan yang sangat baik.
Jumlah penduduknya sekitar 980 jiwa dengan 235 kepala keluarga (KK). Terdapat 4
bagian dalam tata guna lahan:
4. 104 hektar fasilitas umum
Pembagian wilayah Desa Penglipuran
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
Seperti desa-desa pada umumnya, Desa
Penglipuran memiliki struktur organisasi. Ada 4 bagian, yaitu:
1. LPD (Lembaga Perkreditan Desa)
2. Sekaa Peratengan; memiliki arti juru
masak
3. Hansip; merupakan kedinasan yang membawa
senjata pentung
4. Pecalang; memiliki arti keamanan
Masyarakat di Desa Penglipuran harus
memilih 1 organisasi. Dalam Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) ada 4
bagian, yaitu:
1. Sekaa Gong; memiliki arti gamelan.
Masyarakatnya memakai pakaian loreng-loreng atau kotak-kotak dan membawa keris
2. Sekaa Baris; memiliki arti penari
3. Sekaa Teruna Putra Yudha; berisi para
lajang. Jika karang taruna tersebut bagi yang telah menikah