BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan sebelum
perkawinan orang tuanya sebelum akad nikah. Dan sebelum ada pengakuan atau
pengesahan kedua orang tuanya maka anak itu tidak sah menurut hukum. Hal ini
apabila orang tua melakukan tindakan-tindakan, seperti melangsungkan perkawinan
atau melakukan pengakuan atau pengesahan disalah satu lembaga hukum, maka anak
tersebut sah, karena akibat hukum
Anak luar nikah yang diakui dan anak luar kawin yang
disahkan. Pengakuan merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara
anak dan orang tuanya yang mengakuinya. Pengesahan hanya terjadi dengan
perkawinan orang tuanya, yang telah mengakuinya lebih dahulu atau mengakuinya
pada saat perkawinan dilangsungkan.
Hakikat dalam hukum Islam, disebutkan ada kemungkinan
seorang anak hanya mempunyai ibu dan tidak mempunyai anak. Jadi, status anak
yang lahir di luar pernikahan itu menurut hukum Islam adalah anak tidak sah,
yang tidak mempunyai hukum dengan ayahnya, yaitu laki-laki yang menurunkannya,
tetapi tetap mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, atau perempuan yang
melahirkannya.
Dengan demikian, agar supaya terhadap anak diluar nikah
mempunyai kedudukan atau status hukum maka sangat penting pengakuan dan
pengesahan dari orang tuanya. Untuk menjadikan anak tersebut sama (tidak
berbeda) dengan anak sah dalam segala hal, utamanya dalam hal kewarisan
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, untuk mengarahkan pembahasan pada sasaran yang dimaksudkan,
maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat kami petik yaitu:
- Bagaimana peristiwa pengakuan atau pengesahan anak di luar kawin, agar mempunyai kedudukan dan status hukum
- Apakah setelah adanya pengakuan akan pengesahan anak di luar kawin, posisi atau status anak tersebut sama dengan anak sah
- Bagaimana pandangan Islam masalah anak di luar kawin tersebut ? dan bagaimana menyikapi tentang perbedaan kedua anak ini?
BAB II
PEMBAHASAN
Tinjauan Pustaka
Akibat hukum terhadap pengakuan anak di
luar nikah
Suatu perkawinan dimana
wanita itu tidak hamil terlebih dahulu karena sesuatu hal, maka berlaku
ketentuan. Bahwa apabila seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari,
setelah hari pernikahan orang tuanya. Maka orang tuanya berhak menyangkal
sahnya anak itu, tapi jika ayahnya mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum
pernikahan dilangsungkan atau jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat
kelahiran, dan turut ditandai tangani olehnya maka dalam hal tersebut ayah
dianggap telah menerima dan mengakui anak yang hadir itu sebagai anaknya
sendiri.
Meskipun terhadap anak
yang lahir itu telah mendapat pengakuan dari orang tuanya, tapi status anak itu
belum dikatakan anak sah menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 24.
Dengan demikian, agar supaya terhadap anak yang dilahirkan oleh ibunya dan mendapat
pengakuan ayahnya maka peristiwa pengakuan anak itu sangat penting, dari suatu
lembaga yang berwewenang yang merupakan langkah lebih lanjut dari pengakuan
orang tuanya tadi, maka status anak tersebut menjadi sama dengan anak sah dalam
segala hal.
Karena secara biologis
tidak mungkin seorang anak tidak mempunyai ayah, maka demi kepentingan hukum
yang menyangkut segala akibatnya di bidang pewarisan, kewarganegaraan,
perwalian, dan sebagainya. Maka melalui perwalian dan pengesahan anak ini
ditimbulkan hukum perdata baru.
Peristiwa pengakuan,
pengesahan anak tidak dapat dilakukan secara diam-diam tetapi harus dilakukan
di muka pegawai pencatatan, dengan percatatan dalam akta kelahiran, atau dalam
akta perkawinan orang tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dalam akta
tersendiri dari pegawai pencatatan sipil (Viktor, M. Situmorang SH. 19991:
42-43).
Suatu peringatan bahwa
dalam lembaga “Pengakuan” anak luar kawin yang diakui dan anak luar nikah yang
disahkan merupakan perbuatan untuk meletakkan hubungan hukum antara anak dan
orang tua yang menyakininya.Pengesahan hanya terjadi dengan perkawinan orang
tuanya yang telah mengakuinya lebih dulu atau mengakuinya pada saat perkawinan
dilangsungkan. Anak luar kawin ini dapat diakui dan disahkan menurut ketentuan
undang-undang yang sudah ada (Erkening dan Wetting) (Prof. R. Subekti SH. 1993:
19).
Pengakuan terhadap anak
luar kawin yang dilakukan oleh seorang anak yang belum dewasa, adalah tanpa
guna, kecuali telah mencapai umur 10 tahun dan pengakuan yang dilakukannya pun
bukan akibat paksa, khilaf, tipu, atau bujuk. Suatu pengakuan selama hidup
ibunya, tidak akan dapat diterima sebelum itu menyetujuinya, jika anak itu
dialami setelah ibunya meninggal maka akibat ada pada bapaknya, dalam hal ini
pengakuan akan membuat keterangan dan kebahagiaan anak untuk masa depannya
(KUHP, 2006: 65)
Mengakui seorang anak
yang lebih duluan perkawinan atau meminta Curatele terhadap ayahnya ia dapat
lakukan sendiri tanpa suami, begitu pula kalau hanya memangku jabatan ia harus
meminta persetujuan kuasa dahulu dari suaminya, sebab mungkin membawa akibat
bagi kekayaan sendiri.
Anak yang lahir di
luar perkawinan “Naturalijk Kind“ diakui/tidak oleh orang tuanya, menurut BW
dengan adanya keturunan diluar perkawinan saja, belum terjadi hubungan keluarga
antara anak dengan orang tuanya, tapi dengan pengakuan (erkening) lahirlah
suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya (terutama hak mawaris)
antara anak dan keluarga yang mengakuinya, tapi suatu hubungan kekeluargaan
antara anak dan keluarga si ayah/ibu yang mengakuinya belum juga ada. Hubugan
itu hanya diletakkan dengan “pengesahan” sebagai pelengkap dari pada pengakuan
tersebut. Maka dilakukan melalui surat pengesahan (Beriven Van Vetting). Dengan
demikian anak di luar kawin tersebut sudah sah menurut Hukum (Prof. Subekti SH.
1982: 30, 50).
Menurut hukum adat
apabila isteri melahirkan anak sebagai akibat hubungan gelap dengan laki-laki
bukan suaminya, maka si suami menjadi ayah dari anak yang lahir tadi, kecuali
apabila suami berdasar alasan-alasan yang diterima oleh masyarakat hukum adat.
Hukum adat mempunyai berbagai cara untuk mengatasi hal tersebut.
Yaitu; ada lembaga kawin
paksa bagi laki-laki yang menyebabkan kehamilan si wanita, dan terhadapnya
dapat dijatuhi hukum adat, apabila tidak dipatuhinya. Anak yang lahir di luar
perkawinan tidak mempunyai ikatan kekeluargaan menurut hukum dengan yang
menikahinya, Oleh karena itu, anak hanya mewarisi dari ibunya seperti
dikatakan S A Hakim SH di dalam hukum adat perorangan, perkawinan dan
pewarisan.
Menurut hukum Islam,
anak di luar kawin tidak dapat diakui maupun dipisahkan oleh bapaknya (bapak
alamnya). Anak-anak tersebut hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya
tetapi si anak tetap mempunyai ibu yang melahirkannya, dengan pengertian bahwa
antara anak dan ibu itu ada hubungan hukum dan sama seperti halnya dengan
anak sah yang mempunyai bapak. Hakikat hukum Islam tersebut anak di luar kawin
termasuk anak tidak sah. Meskipun orang tuanya telah melakukan pengakuan atau
pengesahan tapi karena akibat anak itu lahir di luar perkawinan orang tuanya
tetap saja pandangan masyarakat bahwa anak tersebut tidak sah.
Jika kita dari
hukum perdata yang tercantum dalam BW, kita akan melihat adanya tiga tingkatan
status hukum dari pada anak di luar perkawinan:
- Anak di luar perkawinan anak itu belum diakui oleh orang tuanya
- Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orang tuanya
- Anak di luar perkawinan itu menjadi anak sah, sebagai akibat kedua orang tuanya melangsungkan perkawinan sah.
Ini berarti anak
tersebut mempunyai suatu pertalian kekeluargaan dengan akibat-akibatnya
terutama hak mawaris, jadi hampir sama dengan status kekeluargaan dengan anak
sah, hanya perbedaannya anak luar kawin tersebut tidak ada hubungannya dengan
ayahnya, sebagai yang membangkitkannya. Sebaliknya, anak sah mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta hubungan perdata dengan
ayah/keluarga ayahnya (Sodharyo Saimin, SH. 2002 : 39-41)
Analisis
Ada kalanya ibu yang
tidak kawin melahirkan anak kalau itu terjadi, maka dalam hubungan hukum
seorang anak itu hanya mempunyai ibu, sebagai penerus orang tuanya. Sebagai
konsekuensi dari kelahiran anak tersebut. Maka kedua orang tuanya wajib
memelihara dan pendidikan anak-anak mereka sebaik-baiknya.
Dan begitu juga wajib
menghormati dan mentaati kehendak mereka.Meskipun orang tua tidak sempat
melakukan pengakuan atau pengesahan terhadap anak tersebut karena mereka
meninggal di dunia sebelum melakukan hal tersebut. Maka tetap akan tampil
sebagai ahli waris dari kedua orang tuanya, yang telah meninggal dunia. Namun
dalam hal kewarisan acapkali terjadi hal-hal yang menyulitkan ahli waris yang
sebenarnya, tapi karena adanya pihak ketiga atau pihak hukum yang dapat menemukan
titik terang dari masalah ini.
Kemudian untuk status
anak tidak sah akan dipersamakan dengan kedudukan anak sah apabila
pengakuan/pengesahan dan akan telah dilangsungkan perkawinan oleh kedua orang
tuanya, untuk lebih mempermudah akibat-akibat yang akan ditimpalkan oleh anak
di luar kawin tersebut. Baik dari segi kewarisan atau karena sebab lain
(hubungan keluarga).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Peristiwa pengakuan anak di luar kawin
tidak dapat dilakukan secara diam-diam, tetapi semata-mata dilakukan di muka
pencatatan sipil dengan catatan dalam akta kelahiran anak tersebut atau dalam
akta perkawinan orang tua, atau dalam surat akta tersendiri dari pegawai
pencatatan sipil, bahkan dibolehkan juga akta notaries, dan bukti-bukti lain
yang outentik.
2.
Sebelumnya kita ketahui bahwa anak sah
adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah antara kedua orang tuanya dan
yang lahir akibat perkawinan sah. Jadi setelah melangsungkan perkawinan kedua
orang tua dari anak luar kawin ini maka perkawinan mereka sudah sah.
Dan sebagai akibat hukum orang tua tersebut melakukan pengakuan/pengesahan
di suatu lembaga yang berwenang. Secara hukum anak luar kawin itu sama
kedudukannya dengan anak sah, karena masing-masing mempunyai akibat hukum dari perkawinan
yang sah.
3.
Pada hakikatnya dalam hukum Islam anak di
luar kawin tidak dapat diakui maupun dipisahkan oleh pokoknya (bapak alamnya)
anak-anak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, dalam artian
bahwa antara anak dan ibu itu ada hubungan ada
kemungkinan anak lahir hanya mempunyai ibu dan tidak bapak, status anak ini
tidak sah menurut hukum Islam karena tidak mempunyai hubungan hukum dengan
orang tuanya. Pandangan Islam dari segi perbedaan anak di luar kawin hanya dapat mewarisi
dari ibunya saja. Anak sah, mereka dapat
mewarisi dari kedua orang tuanya.
Virtue - Pure Titanium Earrings for Men - T-Shirts
BalasHapusVirtue Virtue by titanium bracelet S.M. Virtue is created using pure titanium titanium mens wedding band earrings and 포커 crafted to the ideal fit for microtouch titanium men. titanium pen